KOMPAS - Jumat, 11 Feb 2011 - Situs Biting, yang diduga peninggalan masa Hindu Buddha dan Mataram Islam, terancam oleh pembangunan perumahan. Masyarakat Peduli Peninggalan Majapahit mendesak pengembang Perum Perumnas menghentikan ekspansi pembangunan di kawasan situs di Desa Kutorenon, Kecamatan Sukodono, Lumajang, Jawa Timur.
"Karena perumahan akan merusak situs, kami minta agar dihentikan," kata Ketua Masyarakat Peduli Peninggalan Majapahit (MPPM) Mansur Hidayat, Selasa. Situs Biting berada di kawasan seluas 135 hektar yang semula merupakan lahan milik penduduk. Sekitar 12,5 hektar dikuasai Perum Perumnas dan telah dibangun 459 unit rumah di atas lahan 10 hektar.
Arkeolog dan sejarawan Universitas Negeri Malang, Dwi Cahyono, menduga, Situs Biting berasal dari dua masa pemerintahan: masa Hindu-Buddha hingga Mataram Islam. Sesuai bahasa lokal, biting berarti benteng. Di areal seluas 2-4 hektar terlihat struktur bata membentuk benteng.
Ada beberapa kemungkinan sejarah terkait Situs Biting. Di antaranya, peninggalan Arya Wiraraja, tokoh pengatur strategi yang diberi kekuasaan Raden Wijaya-Raja Majapahit-di wilayah Jawa bagian timur, yaitu Lamajang (sekarang Lumajang) pada masa awal pemerintahan Majapahit atau era pemerintahan Hindu Buddha (abad ke-14).
"Dilihat dari bangunan dan kisah sejarah masa lalunya diduga Situs Biting itu wilayah kedaton atau kerajaan dari Arya Wiraraja. Apalagi dikelilingi benteng yang menjaga istana itu," ujar Dwi.
Manajer Lokasi Perum Perumnas Bumi Biting Indah Ribut Santoso membantah jika pihaknya merusak lokasi Situs Biting. "Kami mendapat izin lokasi dan izin prinsip pembangunan proyek perumahan dari pemerintah kabupaten secara resmi tahun 1996," katanya.
Saat pembebasan lahan, tidak ada pemberitahuan dari pemerintah kabupaten bahwa ada peninggalan sejarah. Pemkab hanya mengingatkan, apabila menemukan sesuatu supaya dipelihara atau diselamatkan.
Menyikapi permintaan warga peduli peninggalan sejarah, Pemkab Lumajang akan membentuk tim pemetaan. "Kami belum melangkah jauh," tutur Kepala Kantor Pariwisata Seni dan Budaya Lumajang Hendro Iswahyudi. (SIR/DIA)
"Karena perumahan akan merusak situs, kami minta agar dihentikan," kata Ketua Masyarakat Peduli Peninggalan Majapahit (MPPM) Mansur Hidayat, Selasa. Situs Biting berada di kawasan seluas 135 hektar yang semula merupakan lahan milik penduduk. Sekitar 12,5 hektar dikuasai Perum Perumnas dan telah dibangun 459 unit rumah di atas lahan 10 hektar.
Arkeolog dan sejarawan Universitas Negeri Malang, Dwi Cahyono, menduga, Situs Biting berasal dari dua masa pemerintahan: masa Hindu-Buddha hingga Mataram Islam. Sesuai bahasa lokal, biting berarti benteng. Di areal seluas 2-4 hektar terlihat struktur bata membentuk benteng.
Ada beberapa kemungkinan sejarah terkait Situs Biting. Di antaranya, peninggalan Arya Wiraraja, tokoh pengatur strategi yang diberi kekuasaan Raden Wijaya-Raja Majapahit-di wilayah Jawa bagian timur, yaitu Lamajang (sekarang Lumajang) pada masa awal pemerintahan Majapahit atau era pemerintahan Hindu Buddha (abad ke-14).
"Dilihat dari bangunan dan kisah sejarah masa lalunya diduga Situs Biting itu wilayah kedaton atau kerajaan dari Arya Wiraraja. Apalagi dikelilingi benteng yang menjaga istana itu," ujar Dwi.
Manajer Lokasi Perum Perumnas Bumi Biting Indah Ribut Santoso membantah jika pihaknya merusak lokasi Situs Biting. "Kami mendapat izin lokasi dan izin prinsip pembangunan proyek perumahan dari pemerintah kabupaten secara resmi tahun 1996," katanya.
Saat pembebasan lahan, tidak ada pemberitahuan dari pemerintah kabupaten bahwa ada peninggalan sejarah. Pemkab hanya mengingatkan, apabila menemukan sesuatu supaya dipelihara atau diselamatkan.
Menyikapi permintaan warga peduli peninggalan sejarah, Pemkab Lumajang akan membentuk tim pemetaan. "Kami belum melangkah jauh," tutur Kepala Kantor Pariwisata Seni dan Budaya Lumajang Hendro Iswahyudi. (SIR/DIA)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar