KOMPAS, Selasa, 6 Desember 2011 - Untuk mencegah penjualan benda-benda bersejarah, penetapan sebagian kawasan Kepulauan Karimata, Kalimantan Barat, menjadi kawasan cagar budaya sudah sangat mendesak. Jika penjualan benda bersejarah terus dilakukan, akan sangat mengganggu upaya penelitian arkeologis.
Peneliti Balai Arkeologi Banjarmasin, Ulce Oktrivia, Senin (5/12), mengatakan, ada banyak situs dan kawasan yang menyimpan potensi benda-benda bersejarah di gugusan Kepulauan Karimata. ”Sampai saat ini belum ada penetapan kawasan itu menjadi cagar budaya. Akibatnya, tidak ada perlindungan undang-undang terhadap benda-benda bersejarah di wilayah itu,” ujar Ulce.
Beberapa pulau di gugusan Kepulauan Karimata, seperti Pulau Maledang, Pulau Serutu, dan Pulau Karimata, merupakan kawasan dengan peninggalan benda bersejarah cukup banyak, terutama dari abad ke-7 hingga ke-19. Benda-benda itu terutama mangkuk porselen, peralatan makan, dan perkakas rumah tangga lain buatan China dari abad ke-7 sampai abad ke-19.
Di gugusan Kepulauan Karimata ditemukan juga prasasti menggunakan huruf China yang menguak pelayaran tentara Tar Tar pimpinan Kubhilai Khan yang singgah di Karimata untuk menyerang Kerajaan Singhasari (Singosari) di Jawa Timur.
Tanpa penetapan kawasan cagar budaya itu, sulit untuk menjerat para pelaku penjualan benda bersejarah menggunakan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya.
Anggota Komisi D DPRD Kalimantan Barat, Ikhwani A Rahim, mengatakan, seharusnya pemerintah yang mengusulkan sebagian wilayah Kepulauan Karimata sebagai kawasan cagar budaya. ”Kalau pemerintah belum punya agenda, DPRD yang akan mendorong supaya segera mengusulkannya,” ujar Ikhwani.
Bupati Kayong Utara Hildi Hamid mengatakan, masih ada peluang untuk memberikan perlindungan pada benda-benda bersejarah di kawasan Karimata. ”Kami hanya membutuhkan peta temuan arkeologi sehingga bisa menyiapkan upaya preventif. Kami membuka diri untuk berkomunikasi dengan Balai Arkeologi Banjarmasin,” kata Hildi. (aha)
Peneliti Balai Arkeologi Banjarmasin, Ulce Oktrivia, Senin (5/12), mengatakan, ada banyak situs dan kawasan yang menyimpan potensi benda-benda bersejarah di gugusan Kepulauan Karimata. ”Sampai saat ini belum ada penetapan kawasan itu menjadi cagar budaya. Akibatnya, tidak ada perlindungan undang-undang terhadap benda-benda bersejarah di wilayah itu,” ujar Ulce.
Beberapa pulau di gugusan Kepulauan Karimata, seperti Pulau Maledang, Pulau Serutu, dan Pulau Karimata, merupakan kawasan dengan peninggalan benda bersejarah cukup banyak, terutama dari abad ke-7 hingga ke-19. Benda-benda itu terutama mangkuk porselen, peralatan makan, dan perkakas rumah tangga lain buatan China dari abad ke-7 sampai abad ke-19.
Di gugusan Kepulauan Karimata ditemukan juga prasasti menggunakan huruf China yang menguak pelayaran tentara Tar Tar pimpinan Kubhilai Khan yang singgah di Karimata untuk menyerang Kerajaan Singhasari (Singosari) di Jawa Timur.
Tanpa penetapan kawasan cagar budaya itu, sulit untuk menjerat para pelaku penjualan benda bersejarah menggunakan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya.
Anggota Komisi D DPRD Kalimantan Barat, Ikhwani A Rahim, mengatakan, seharusnya pemerintah yang mengusulkan sebagian wilayah Kepulauan Karimata sebagai kawasan cagar budaya. ”Kalau pemerintah belum punya agenda, DPRD yang akan mendorong supaya segera mengusulkannya,” ujar Ikhwani.
Bupati Kayong Utara Hildi Hamid mengatakan, masih ada peluang untuk memberikan perlindungan pada benda-benda bersejarah di kawasan Karimata. ”Kami hanya membutuhkan peta temuan arkeologi sehingga bisa menyiapkan upaya preventif. Kami membuka diri untuk berkomunikasi dengan Balai Arkeologi Banjarmasin,” kata Hildi. (aha)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar