Situs Sanur dan sekitarnya telah lama mendapat perhatian dari para ahli, khususnya ahli sejarah dan arkeologi. Situs yang terletak di bagian timur Pesisir Selatan Pulau Bali ini menarik minat peneliti karena ditemukannya prasasti masa Bali Kuna yang menggunakan dua bahasa (bilingual) yaitu Sansekerta dan Bali Kuno. Selanjutnya, prasasti tersebut terkenal dengan sebutan prasasti Blanjong.
Dr W.F Stutterheim sebagai orang asing pertama yang meneliti tentang prasasti Blanjong yang dituangkan dalam tulisan "A Newly Discovered Pre-Negari Inscription on Bali" menyatakan bahwa raja yang menerbitkan prasasti tersebut ialah Sri Kesari Warmma(dewa) yang berkeraton di Singhadwala telah mengalahkan musuh-musuhnya di Gurun dan Suwal. Gurun diinterpretasikan sebagai Nusa Penida dan Suwal masih diragukan apakah tempat tersebut sama dengan Kutaraja. Candra sengkala yang terdapat pada prasasti terbaca "...sake khecara wahni murti ganite..." yang nilainya sama dengan 839 Saka atau 917 M. Stutterheim juga menyatakan bahwa pengaruh India Utara telah berkembang di Bali sejak abad X, terbukti dengan dipergunakannya huruf Pre-Negari dan bahasa Sansekerta. Lebih lanjut, ia berpendapat bahwa Situs Blanjong merupakan pelabuhan kuna, tempat berlabuhnya kapal dagang India (Stutterheim, 1934: 126 - 182).
Prasasti tersebut dibaca ulang oleh Damais dengan mengoreksi pembacaan candra sengkala yang tertera pada prasasati tersebut. Candra sengkala tersebut terbaca "saka'bde sara wahnimurti ganite" yang nilainya sama dengan 835 Saka atau rentang 29 Januari sampai dnegan 27 Februari 914 M. Pembacaan Keraton Singhadwala oleh Stutterheim dibaca ulang oleh Damais menjadi Singharccala (Damais, 1947 - 1950 : 121 - 140). Damais tidak menginterpretasikan Gurun dan Suwal identik dengan daerah mana.
Prasasti Blanjong juga berusaha dibaca ulang oleh R Goris yang akhirnya dimuat dalam bukunya Prasasti Bali I. Gurun diidentifikasi sebagai tempat yang terletak di luar Bali dan kemungkinan adalah Pulau Lombok (Goris, 1954a : 64 - 65; 1954b : 243). Suwal dihubungkan dengan Ketewel yaitu sebuah tempat yang terletak di sebelah Selatan Sukawati (Sukarto, 1977 : 155). Senada dengan Stutterheim, Bernet Kempers lebih menekankan pada penaklukan musuh-musuhnya di Gurun dan Suwal oleh Raja Kesari Warmadewa pada sekitar abad X M (Kempers 1956 : 26) terlepas dari Situs Blanjong-Sanur sebagai situs pelabuhan kuno atau pemukiman.
Bertitiktolak dari keberadaan Prasasti Blanjong tersebut, mendorong I Wayan Ardika untuk melakukan penelitian secara sistematis di Situs Blanjong tersebut. Penelitian dilakukan pada tahun 1981 dengan metode survei permukaan tanah (teristrial) dengan sistem grid. Hasil temuan yang diperoleh selain Prasasti Blanjong sebagai datum point, temuan lainnya adalah arca ganesa, arca perwujudan, arca terakota, arca binatang, sandaran arca, fragmen kaki arca, lingga, unsur bangunan (umpak, kemuncak, makara, miniatur candi), kereweng lokal dan kereweng asing (Cina, Annam dan Eropa).
Sebaran kereweng terpusat kurang lebih 300 m di sebelah barat daya lokasi prasasti Blanjong. Data temuan tersebut jika diinterpretasikan kronologinya diperkirakan antara abad X - XIII M. Pada masa tersebut Situs Blanjong-Sanur merupakan salah satu situs arkeologi yang dianggap penting di Bali. Berdasarkan pada temuan arca dan arsitekturnya, dapat diperkirakan berasal dari masa Majapahit (abad XIII - XV) dan memberi indikasi bahwa situs tersebut berfungsi sebagai situs keagamaan atau religious site. Kondisi tersebut didukung pula oleh keberadaan kereweng yang diinterpretasikan sebagai situs pemukiman atau settlement site (Ardika, 1981 : 10 - 29).
Penelitian lanjutan dilakukan pada tahu 1984 oleh I Gusti Putu Darsana, dkk dengan mengambil metode yang sama yaitu survei permukaan dengan lokasi yang belum diteliti pada tahun sebelumya yaitu sebelah barat daya dengan jarak antara 400 - 800 m dari prasasti Blanjong. Hasil temuan yang diperoleh adalah kereweng lokal berupa fragmen wadah tipe pasu, periuk, kendi, tutup, dan tempayan. Kereweng atau keramik asing yang berhasil ditemukan juga merupakan fragmen wadah tipe mangkuk, piring, tempayan, cangkir, pot bunga, dan botol.
Jika melihat dari temuan keramik asing yang berasal dari Cina, Annam, dan Eropa tersebut, maka dapat diketahui kronologi relatifnya yaitu dari masa abad X - XVIII M. Gerabah lokal diperkirakan berasal dari daerah sekitar Sanur yaitu Ubung dan Blahbatuh, sedangkan keramik asing diperoleh lewat jalur perdagangan sehingga diperkirakan Situs Blanjong-Sanur sebagai situs pelabuhan kuno yang berfungsi dari abad X hingga XVIII M (Darsana, dkk, 1984 : 10-21).
Pada tahun 2006 dilakukan ekskavasi oleh Tim Jurusan Arkeologi Universitas Udayana di sebelah selatan Prasasti Blanjong. Ekskavasi tersebut berhasil menemukan fragmen gerabah, fragmen keramik, alat batu, fragmen kerang, dan struktur bangunan. Struktur bangunan dianggap sebagai temuan yang baru di lokasi Situs Blanjong. Struktur ini tersusun dari batu-batu karang dan sebagian batuan vulkanik yang kemungkinan di ambil dari laut atau pesisir pantai karena bentuk karang yang masih bagus dan beragam. Khusus untuk batu vulkanik kemungkinan diambil dari luar kawasan Pantai Sanur karena minimnya sumberdaya khususnya di bentang lahan asal marin atau coasts yang sebagian besar menghasilkan pasir pantai berwarna putih kekuningan dan batuan karang (Tim Jurusan Arkeologi Universitas Udayana, 2006 : 39).
Tahun 2007, Tim Jurusan Arkeologi Universitas Udayana melakukan penggalian di sebelah barat Prasasti Blanjong. Ekskavasi tersebut diikuti juga oleh mahasiswa dari Universitas Laiden di Belanda. Hasil dari ekskavasi tersebut antara lain fragmen gerabah, fragmen keramik, cangkang kerang dan fragmen tulang binatang.
Beragamnya temuan benda-benda arkeologi di Situs Blanjong-Sanur diharapkan dapat menambah informasi lebih banyak mengenai tipe dan karakter situs, sehingga nantinya dapat dibuatkan hipotesa yang berkaitan dengan aktivitas manusia masa lalu. (Rochtri Agung Bawono)
(Sumber: arkeologi.web.id)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar