Minggu, 05 Juli 2009

Pernyataan Sikap dalam Memperingati Hari Purbakala Nasional


Apakah sebenarnya peran warisan budaya dalam keikutsertanya terhadap pembangunan bangsa? Adakah warisan budaya dapat menanggulangi carut marut negeri ini? Ataukah justru pengelolaan warisan budaya negeri ini yang carut marut? Apakah memang sedemikian penting warisan budaya hingga patut diperingati? Pertanyaan tersebut terkadang membentur dinding kenyataan di negeri ini bahwa warisan budaya adalah sekelumit hal yang tidak diperhatikan. Hal ini terbukti dari tidak banyak masyarakat Indonesia yang ingat bahwa negeri ini memiliki Hari Purbakala Nasional di 14 Juni.

Padahal Negeri ini memiliki sejarah panjang tentang tindakan-tindakan terhadap warisan budaya, sejak masa penjajahan hingga kini setelah merdeka 64 tahun. Masih segar dalam ingatan bangsa ini ketika menteri agama (!) berperan aktif merusak Situs Batu Tulis serta menteri kebudayaan dan pariwisata mensahkan perusakan situs Kerajaan Majapahit. Bangsa ini telah sakit jiwa, memilih pemimpin yang merusak dan membiarkan perusakan-perusakan yang disahkan tersebut. Negeri ini tidak butuh pemimpin-pemimpin seperti itu atau para calon pemimpin negeri yang selalu mengumbar janji : berpihak dan peduli pada rakyat, namun ternyata yang terjadi adalah berpihak pada kepentingan modal dan sama sekali tidak berpihak kepada rakyat !

Dengan pengelolaan warisan budaya seperti yang ditunjukkan oleh menteri-menteri tersebut maka semakin jauh makna warisan budaya di masyarakatnya. Masyarakat digiring hanya kepada pemenuhan kebutuhan fisik, tanpa diberi ruang berkespresi pada kebutuhan batiniahnya. Keganjilan makna ini jelas menjadi masa depan yang mengkhawatirkan bagi perjalanan bangsa. 64 tahun usia negeri ini ternyata belum juga mampu mendewasakan para pemimpin dan elit politiknya, masihkah para pemimpin dan elit politik negeri ini memiliki nurani mempertahankan warisan budayanya, karena kehancuran warisan budaya bangsa ini semakin nyata. Fenomena mengerikan bagi masa depan kebangsaan ini tampak pada keganjilan kebijakan pemerintah dalam pengelolaan warisan budaya yang tercermin pada carut marutnya kebijakan-kebijakan yang bersinggungan dengan warisan budaya sebagai identitas kejiwaan bangsa Indonesia.

Begitu pula elit negeri ini yang duduk di eksekutif, legislatif dan yudikatif, tergagap dengan fenomena kehancuran warisan budaya negeri ini yang sebegitu tergagapnya mereka hingga tidak pernah ada satu pun kasus pelanggaran undang-undang cagar budaya dikenai tindakan hukum. Perusakan dan kehancuran setiap warisan budaya ditengarai memang sudah tersistimatisir. Indikasi tersebut adalah, setiap perusakan selalu melibatkan orang-orang cerdik pandai atau yang berada pada departemen dan instansi pemerintah yang seharusnya melestarikan warisan budaya.

Warisan budaya bukanlah sekedar romantisme belaka, tetapi warisan budaya bertujuan kepada kehidupan masa depan negeri dan berbangsa. Karena dari warisan budaya akan dilahirkan manusia-manusia bijaksana dan cerdas dalam memahami kehidupan, bagi harkat dan martabat bangsa ini ke depan yang lebih baik.

Maka dalam upaya mengembalikan ingatan akan warisan budaya bangsa yang salah satunya di 14 Juni diperingati sebagai Hari Purbakala, Masyarakat Advokasi Warisan Budaya (MADYA) menyerukan :

  1. Hentikan segala pemberangusan warisan budaya atas nama pembangunan.
  2. Bubarkan Departemen Kebudayaan dan Pariwisata karena terbukti tidak mampu mengembalikan dan mengembangkan kebudayaan sebagai milik masyarakat Indonesia.
  3. Bentuk Departemen Kebudayaan sebagai departemen yang independen atau kembalikan Kebudayaan dalam ranah Pendidikan di bawah Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
  4. Hormati dan lindungi hak-hak masyarakat adat dalam ekspresi segala aspek kehidupannya.
  5. Mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi yang bertujuan melindungi warisan budaya.
  6. Masukkan Kebudayaan dalam kurikulum pendidikan nasional.
  7. Segera revisi Undang-undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1992 tentang Benda Cagar Budaya.
  8. Tindak tegas dan seret pelaku perusakan warisan budaya kehadapan hukum yang berlaku.
  9. Wujudkan kontrak sosial dengan pemimpin yang menjamin keberadaan warisan budaya beserta kehidupan yang mendukungnya.
Demikian seruan ini sebagai pengingat akan jiwa bangsa yang berbudaya, merdeka dan berdaulat untuk dapat bangkit dari keterpurukan yang menyeretnya jatuh ke dalam lubang hitan kebudayaan, hampir tanpa dasar. Indonesia butuh pemimpin cerdas!

Salam budaya,
Masyarakat Advokasi Warisan Budaya (MADYA)
Koordinator,

Joe Marbun

(Sumber: arkeologi.web.id)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar