Samba dari Brazil, kelestarian dan keasliannya harus tetap dijaga. UNESCO menetapkan konvensi warisan budaya non materi. Ada kecemasan bahwa gelar warisan budaya dunia akan menghilangkan keaslian budaya itu sendiri.
Badan Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk pendidikan, ilmu pengetahuan dan kebudayaan UNESCO memiliki program warisan budaya dunia. Berkaitan dengan program itu sudah pernah dipertanyakan, apa sajakah yang bisa diakui sebagai warisan budaya dunia. Apakah hanya bangunan kuno, istana-istana atau benda-benda bersejarah seperti misalnya keris? Tentunya tidak, karena bukan hal-hal yang kongkret saja, yang bisa dibilang hasil budaya manusia. Bagaimana dengan lagu-lagu? Atau tarian? Atau upacara adat?
Perlindungan terhadap Warisan Budaya Non Material
Inilah yang sering diprotes negara-negara di Amerika Latin, Afrika serta Asia. Di negara-negara tersebut cerita, adat serta seni sering disampaikan hanya dari mulut ke mulut. Sehingga warisan budayanya sering bersifat non material. Tetapi tahun 2003 lalu UNESCO akhirnya mengeluarkan konvensi untuk melindungi warisan budaya yang bersifat nonmaterial. Setelah 30 negara menandatanganinya, tanggal 20 April lalu konvensi itu mulai berlaku.
'Samba de Roda' adalah ritme yang khas dari Brazil. Inilah contoh musik yang kemungkinan besar akan masuk daftar warisan budaya dunia dari UNESCO. Daftar itu tidak hanya memuat adikarya di bidang musik, tetapi juga teater, adat istiadat seperti dalam upacara tradisional atau juga pengetahuan tentang teknik pertukangan.
Dalam hal ini, dibanding dengan sejumlah negara lain, kebudayaan Indonesia sudah mencatat sejarah baru. 7 November 2003 wayang Indonesia adalah salah satu adikarya budaya yang ditetapkan menjadi warisan budaya dunia yang bersifat nonmateri. Piagamnya diserahkan di kantor pusat UNESCO di Paris, 21 April 2004 lalu. Penghargaan ini adalah yang pertama untuk ekspresi seni Indonesia yang bersifat non bendawi. Dan ini tentunya melengkapi kebanggaan Indonesia, setelah Candi Borobudur dan Prambanan diakui UNESCO sebagai warisan budaya dunia yang bersifat bendawi.
Banyak Bahasa Asli Terancam Punah
Warisan budaya yang juga patut dilestarikan adalah bahasa. Namun seperti warisan budaya non materi lainnya, kelestarian bahasa sulit dijaga. Dengan mengikutsertakan bahasa dalam daftarnya, UNESCO mengusahakan agar tradisi yang diteruskan dari generasi ke generasi dapat terjaga dan terus terbina. Tetapi pada kenyataannya, badan PBB itu tidak dapat mencegah punahnya suatu warisan budaya. Ini terlihat jelas dalam bidang bahasa. Di seluruh dunia, diperkirakan terdapat 6.800 bahasa. Dan 90% darinya terancam punah. Dieter Offenhäußer dari komisi UNESCO di Jerman memandang situasi ini dengan realistis.
"Bahasa memang bisa timbul dan menghilang begitu saja. Itu memang wajar. Tetapi ada bahasa-bahasa tertentu yang patut dijaga. Misalnya bahasa penduduk asli hutan-hutan di Amerika Latin. Bahasa mereka mengandung sejumlah besar pengetahuan dan kearifan. Semua ini tentunya dapat dijaga kelestariannya melalui dokumentasi. Tetapi saya rasa kita terlalu berharap banyak, jika beranggapan dengan cara itu bahasa tersebut bisa langgeng. Kepunahan sebuah bahasa tidak bisa dihalangi, karena konteks masyarakatnya bisa berubah. Dan sebenarnya sangat normal jika sebuah bahasa suatu waktu punah."
Tidak Hanya Bahasa
Pada dasarnya tidak bisa dipaksakan, jika orang tua memilih agar anaknya tidak dididik dengan bahasa ibunya, melainkan dengan bahasa lain, terutama dalam bahasa yang banyak dipergunakan di dunia internasional, seperti Inggris, Prancis atau Spanyol. Ketiga bahasa itu kerap menggeser bahasa-bahasa lokal baik di Afrika, Asia dan Amerika Latin. Tetapi UNESCO setidaknya ingin mendorong masyarakat pengguna bahasa lokal untuk tetap melestarikannya. Kelestarian warisan budaya dunia juga diharapkan bagi bagian-bagian lain kebudayaan. Contohnya tarian penyembuhan Vimbuza dari Malawi, atau juga musik Duduk dari Armenia, yang dicalonkan untuk daftar UNESCO.
Menjaga Keaslian
Disamping tujuan positif diadakannya daftar untuk warisan budaya yang non material, Offenhäuser dari UNESCO Jerman juga berpendapat kritis terhadap pencantuman gelar 'warisan budaya dunia'. Ia mengkhawatirkan hilangnya autentisitas warisan budaya yang non material ini.
"Jika kita memberikan gelar seperti itu, tentunya kita menciptakan situasi khusus bagi warisan budaya tertentu. Sehingga kita bisa seolah menempatkannya di museum, dan memberikan hak istimewa yang membedakannya dari warisan budaya lain yang hampir serupa. Dan bahaya yang terbesar adalah penyalahgunaannya untuk turisme."
Untuk membicarakan masalah ini, sebuah komite UNESCO akan berunding September mendatang. Kepada negara-negara yang sudah menandatangani terutama akan ditekankan, bahwa warisan budaya itu harus dijaga dalam bentuk aslinya.
Kendala bagi Jerman
Bagi sejumlah negara penandatanganan konvensi UNESCO tidaklah mudah. Dari negara-negara Eropa, sejauh ini hanya Eslandia yang sudah meratifikasi. Jerman contohnya, menghadapi masalah rumit jika ingin menandatangani. Penyebabnya, kebudayaan bukanlah wewenang pemerintah Jerman, melainkan wewenang masing-masing negara bagian. Dengan demikian, semua negara bagian harus menyetujui konvensi, dan proses ini sangat rumit serta berlangsung lama. Di samping itu sejumlah pertanyaan masih harus terjawab.
Jadi, perjalanannya masih panjang. Tetapi Dieter Offenhäußer yakin, akhirnya pemerintah Jerman pasti memberikan jawaban positif. Beberapa tahun pasti masih akan berlalu, tetapi itu tidak masalah, jika pada akhirnya kelestarian warisan budaya dapat terjaga.
(Sumber: Deutsche Welle)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar