Views
Menghargai Cagar Budaya
Pengantar:
Bambang Budi Utomo, seorang peneliti di Pusat Penelitian dan Pengembangan Arkeologi Nasional Depertemen Kebudayaan dan Pariwisata mengatakan, persoalan bangsa kita yang paling serius tentang benda-benda cagar budaya adalah ketidakpedulian masyarakat.
Apa yang sebenarnya terjadi di situs Trowulan, Jawa Timur?
Sampai saat ini saya belum mengeluarkan pernyataan benar atau salah. Yang jelas, secara arkeologis ada kesalahan, yaitu tidak ada dokumentasi lengkap ketika penggali melakukan suatu penggalian.
Apakah penggalian itu resmi?
Resmi. Jadi yang dipermasalahkan hanya pendokumentasiannya dan tempat pembangunan museum. Kebetulan tempat yang dipilih memiliki kandungan arkeologis yang tinggi. Sebetulnya penggalian bisa memilih tempat di seberang jalan, sekitar 25-50 meter dari tempat pembangunan sekarang. Di sana banyak tempat yang sudah rusak yang sudah digali penduduk secara habis-habisan sampai kedalaman dua meter dari permukaan tanah yang sekarang.
Kalau melihat peta dalam skala nasional apakah perusakan semacam itu terjadi secara umum atau hanya di Jawa saja?
Bukan hanya di Jawa. Misalnya, di Kalimantan Barat sejak tahun 1940-an dan terakhir saya melihat pada tahun 1948, ada arca-arca Buddha. Namun, kini itu sudah “lari” ke Inggris dan sekarang disimpan menjadi koleksi The British Museum.
Apa persoalan bangsa kita yang paling serius tentang benda-benda cagar budaya ini?
Ketidakpedulian masyarakat.
Apakah hal itu karena sosialisasi kepada masyarakat kurang?
Saya tidak bisa menyalahkan masyarakat. Kesalahan itu sebetulnya ada pada arkeolog sendiri. Hal itu karena arkeolog ketika melakukan penelitian pada suatu situs biasanya meneliti untuk diri sendiri dan paling tidak institusi dari penelitian itu.
Dari sudut pemerintah, apa kira-kira yang masih perlu dilakukan untuk melestarikan cagar budaya?
Sebetulnya yang perlu dilakukan adalah tindakan hukum yang pas.
(Sumber: Sinar Harapan, Sabtu, 14 Februari 2009)
Bambang Budi Utomo, seorang peneliti di Pusat Penelitian dan Pengembangan Arkeologi Nasional Depertemen Kebudayaan dan Pariwisata mengatakan, persoalan bangsa kita yang paling serius tentang benda-benda cagar budaya adalah ketidakpedulian masyarakat.
Apa yang sebenarnya terjadi di situs Trowulan, Jawa Timur?
Sampai saat ini saya belum mengeluarkan pernyataan benar atau salah. Yang jelas, secara arkeologis ada kesalahan, yaitu tidak ada dokumentasi lengkap ketika penggali melakukan suatu penggalian.
Apakah penggalian itu resmi?
Resmi. Jadi yang dipermasalahkan hanya pendokumentasiannya dan tempat pembangunan museum. Kebetulan tempat yang dipilih memiliki kandungan arkeologis yang tinggi. Sebetulnya penggalian bisa memilih tempat di seberang jalan, sekitar 25-50 meter dari tempat pembangunan sekarang. Di sana banyak tempat yang sudah rusak yang sudah digali penduduk secara habis-habisan sampai kedalaman dua meter dari permukaan tanah yang sekarang.
Kalau melihat peta dalam skala nasional apakah perusakan semacam itu terjadi secara umum atau hanya di Jawa saja?
Bukan hanya di Jawa. Misalnya, di Kalimantan Barat sejak tahun 1940-an dan terakhir saya melihat pada tahun 1948, ada arca-arca Buddha. Namun, kini itu sudah “lari” ke Inggris dan sekarang disimpan menjadi koleksi The British Museum.
Apa persoalan bangsa kita yang paling serius tentang benda-benda cagar budaya ini?
Ketidakpedulian masyarakat.
Apakah hal itu karena sosialisasi kepada masyarakat kurang?
Saya tidak bisa menyalahkan masyarakat. Kesalahan itu sebetulnya ada pada arkeolog sendiri. Hal itu karena arkeolog ketika melakukan penelitian pada suatu situs biasanya meneliti untuk diri sendiri dan paling tidak institusi dari penelitian itu.
Dari sudut pemerintah, apa kira-kira yang masih perlu dilakukan untuk melestarikan cagar budaya?
Sebetulnya yang perlu dilakukan adalah tindakan hukum yang pas.
(Sumber: Sinar Harapan, Sabtu, 14 Februari 2009)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar