KOMPAS, Selasa, 11 September 2012 - Kepolisian Resor Natuna melarang peneliti melihat barang-barang muatan kapal tenggelam yang sempat dicuri dan kemudian disita polisi. Benda-benda muatan kapal Inggris berupa keramik, botol, mata uang, dan sebagainya itu dicuri sekitar Lebaran lalu di Desa Sepempang, Natuna, Kepulauan Riau. Barang-barang berusia ratusan tahun itu lalu disita di Polres Natuna. ”Akan tetapi, entah kenapa kami tidak diberi akses untuk melihatnya,” kata Nia Naelul Hasanah, peneliti arkeologi maritim dan Kepala Subseksi Pelayanan Teknis Loka Penelitian Sumber Daya dan Kerentanan Pesisir Kementerian Kelautan dan Perikanan, di Padang, Senin (10/9). (INK)
Tampilkan postingan dengan label Sumatera. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Sumatera. Tampilkan semua postingan
Kamis, 13 September 2012
Polisi Larang Peneliti Lihat Benda Curian
KOMPAS, Selasa, 11 September 2012 - Kepolisian Resor Natuna melarang peneliti melihat barang-barang muatan kapal tenggelam yang sempat dicuri dan kemudian disita polisi. Benda-benda muatan kapal Inggris berupa keramik, botol, mata uang, dan sebagainya itu dicuri sekitar Lebaran lalu di Desa Sepempang, Natuna, Kepulauan Riau. Barang-barang berusia ratusan tahun itu lalu disita di Polres Natuna. ”Akan tetapi, entah kenapa kami tidak diberi akses untuk melihatnya,” kata Nia Naelul Hasanah, peneliti arkeologi maritim dan Kepala Subseksi Pelayanan Teknis Loka Penelitian Sumber Daya dan Kerentanan Pesisir Kementerian Kelautan dan Perikanan, di Padang, Senin (10/9). (INK)
Selasa, 14 Februari 2012
Petisi untuk Selamatkan Situs Muaro Jambi
KOMPAS, Sabtu, 11 Feb 2012 - Ikatan Ahli Arkeologi Indonesia bersama Perhimpunan Pelestarian Muaro Jambi mengeluarkan petisi untuk Presiden, Gubernur Jambi, dan Bupati Muaro Jambi. Petisi untuk menyelamatkan kawasan situs percandian itu.
Petisi akan diedarkan lewat jejaring sosial dengan nama ”petisionline”. Publik meminta pemerintah mengukuhkan kawasan percandian Muaro Jambi sebagai kawasan cagar budaya nasional yang dilindungi Undang- Undang Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya.
”Dengan ditetapkan Muaro Jambi sebagai kawasan cagar budaya, di kawasan itu harus segera dibuat zonasi. Mana zona inti, penyangga, dan pemanfaatan harus jelas,” kata Moendarjito, Guru Besar Luar Biasa Departemen Arkeologi Fakultas Ilmu Budaya Universitas Indonesia, Kamis (9/2).
Kini, percandian Muaro Jambi rusak oleh sejumlah industri batubara dan sawit. Kondisinya kritis. Meski perusakan terjadi sejak 1980-an, hingga kini belum ada langkah serius mengamankan situs yang merekam jejak peradaban Kerajaan Sriwijaya dan Melayu Kuno pada abad ke-7 sampai abad ke-14 Masehi itu.
Kawasan percandian Muaro Jambi seluas 2.612 hektar dikepung pabrik yang mencemari kawasan, di antaranya, pabrik minyak sawit mentah, terminal penampungan batubara, dan sejumlah industri hulu. Bangunan pabrik itu berdiri di sepanjang tepian Sungai Batanghari, termasuk di kawasan percandian Muaro Jambi.
Menurut Muhammad Kusnul Afif dari Dewan Kesenian Jambi, setidaknya enam perusahaan batubara mendirikan penampungan di zona inti percandian Muaro Jambi, yakni Indonesia Coal Resources, Thriveni Mining, Sarolangun Bara Prima, Bahar Surya Abadi, PT Bina Borneo Inti, dan PT Tegas Guna Mandiri. Satu perusahaan mengolah kelapa sawit: PT Sinar Alam Permai.
Sebelumnya, di sana terdapat pabrik pengolahan kayu PT Gaya Wahana Timber dan industri baja, Tanoto Steel. Aktivitas mereka menyisakan fondasi pabrik atau industri yang tak dibongkar.
Wakil Mendikbud Bidang Kebudayaan Wiendu Nuryanti mengatakan, pihaknya sedang menyiapkan keputusan menteri untuk membentengi kerusakan di Muaro Jambi. (IND)
Read More......
Petisi akan diedarkan lewat jejaring sosial dengan nama ”petisionline”. Publik meminta pemerintah mengukuhkan kawasan percandian Muaro Jambi sebagai kawasan cagar budaya nasional yang dilindungi Undang- Undang Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya.
”Dengan ditetapkan Muaro Jambi sebagai kawasan cagar budaya, di kawasan itu harus segera dibuat zonasi. Mana zona inti, penyangga, dan pemanfaatan harus jelas,” kata Moendarjito, Guru Besar Luar Biasa Departemen Arkeologi Fakultas Ilmu Budaya Universitas Indonesia, Kamis (9/2).
Kini, percandian Muaro Jambi rusak oleh sejumlah industri batubara dan sawit. Kondisinya kritis. Meski perusakan terjadi sejak 1980-an, hingga kini belum ada langkah serius mengamankan situs yang merekam jejak peradaban Kerajaan Sriwijaya dan Melayu Kuno pada abad ke-7 sampai abad ke-14 Masehi itu.
Kawasan percandian Muaro Jambi seluas 2.612 hektar dikepung pabrik yang mencemari kawasan, di antaranya, pabrik minyak sawit mentah, terminal penampungan batubara, dan sejumlah industri hulu. Bangunan pabrik itu berdiri di sepanjang tepian Sungai Batanghari, termasuk di kawasan percandian Muaro Jambi.
Menurut Muhammad Kusnul Afif dari Dewan Kesenian Jambi, setidaknya enam perusahaan batubara mendirikan penampungan di zona inti percandian Muaro Jambi, yakni Indonesia Coal Resources, Thriveni Mining, Sarolangun Bara Prima, Bahar Surya Abadi, PT Bina Borneo Inti, dan PT Tegas Guna Mandiri. Satu perusahaan mengolah kelapa sawit: PT Sinar Alam Permai.
Sebelumnya, di sana terdapat pabrik pengolahan kayu PT Gaya Wahana Timber dan industri baja, Tanoto Steel. Aktivitas mereka menyisakan fondasi pabrik atau industri yang tak dibongkar.
Wakil Mendikbud Bidang Kebudayaan Wiendu Nuryanti mengatakan, pihaknya sedang menyiapkan keputusan menteri untuk membentengi kerusakan di Muaro Jambi. (IND)
Label:
Muaro Jambi,
Petisi,
Sumatera
Langganan:
Postingan (Atom)