Dynamic Glitter Text Generator at TextSpace.net
Tampilkan postingan dengan label Non-Arkeologi. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Non-Arkeologi. Tampilkan semua postingan

Minggu, 19 Juli 2009

Koleksi Buku-buku Lama

DIBAWAH BENDERA REVOLUSI, 2 JILID, karangan Ir. Sukarno, Panitya Penerbit Dibawah Bendera Revolusi, 1964


LIOK HAP KOAN: ILMOE SILAT TANGAN KOSONG DAN TOJA, karangan Wi Kwie Sianseng, Penerbit Boekhandel Lauwtan Tong Ho, Tasikmalaja, 1930-an


KEPERTJAJAAN MALING DI DJAWA TENGAH, karangan Raden Pranoto, Weltevreden - N.V. Boekh. Visser & Co, 1921

Read More......

Minggu, 24 Mei 2009

Mengenang Boekhandel Tan Khoen Swie


Oleh DJULIANTO SUSANTIO


Sejarah perbukuan di Indonesia tampaknya tidak bisa dilepaskan dari peranan kaum minoritas. Ketika itu bangsa pribumi sedang terjajah sehingga banyak di antara mereka tidak mampu baca tulis. Di pihak lain, ada segolongan warga Tionghoa yang bermodal dan memiliki idealisme untuk meningkatkan derajat bangsa Indonesia. Salah satu caranya adalah menerbitkan buku.

Meskipun namanya tidak setenar Balai Pustaka, tidak dimungkiri kalau kaum tua sekarang masih mengenal atau mengingat nama Tan Khoen Swie (TKS). Pada zamannya boekhandel TKS merupakan penerbit besar dan ternama, meskipun beroperasi dari daerah Kediri yang kecil.

Ditunjang oleh manajemen yang bagus, hanya dalam beberapa tahun nama TKS sudah sangat akrab dengan kalangan terpelajar. Boleh dibilang nama TKS hampir identik dengan buku-buku bermutu yang diterbitkannya.

Penerbit TKS sendiri lahir sekitar tahun 1915, beberapa tahun sebelum Balai Pustaka—penerbitan besar di Jakarta yang dipelopori pemerintah Belanda—berdiri. Untuk membesarkan perusahaannya TKS banyak dibantu oleh penulis-penulis Tionghoa, seperti Tjoa Boe Sing, Tan Tik Sioe, Sioe Lian, Tjoa Hien Tjioe, dan Tan Soe Djwan.

Tidak pelak, ketika itu TKS merupakan penerbit bergengsi. Meskipun begitu TKS tidak segan-segan mengundang para penulis dari berbagai daerah untuk bekerja sama sebagai mitra. Para penulis pun bangga dengan kehadiran TKS. Bahkan ada yang sengaja datang dari Cilacap, Solo, Ngawi, dan kota-kota lain hanya untuk bernegosiasi dengan TKS.

Pujangga-pujangga terkenal Jawa seperti Ronggowarsito, Yosodipuro, dan Ki Padmosusastro juga ikut merasakan manfaat TKS. Tak terbayangkan, tanpa TKS mungkin karya-karya besar mereka tak bakalan dikenal masyarakat luas. Selain karya orisinal, TKS banyak pula menerbitkan karya terjemahan dari bahasa Belanda atau Inggris.

Kehadiran penerbitan TKS tentu saja ikut menandai era buku, menggantikan tradisi tutur yang sebelumnya banyak berkembang di Jawa. Sebuah era baru dalam penggandaan karya (tulis) yang sebelumnya hanya dikenal dalam bentuk tedhakan (turunan yang ditulis tangan). Pengarang lagu langgam Jawa, Anjar Any (kini almarhum), pernah mengakui bahwa penerbit TKS begitu produktif sehingga berperan mencerdaskan bangsa pada zamannya.

Beberapa buku terbitan Boekhandel Tan Khoen Swie




Buku-buku koleksi pribadi

Dihitung-hitung TKS telah menerbitkan sekitar 400 judul buku. Jumlah yang sangat banyak untuk ukuran kala itu. Buku-buku TKS bisa dikategorikan menjadi tiga jenis berdasarkan huruf dan bahasa yang digunakan, yakni berhuruf dan berbahasa Jawa, berhuruf Latin berbahasa Jawa, dan berhuruf Latin berbahasa Melayu. Banyak dari buku-buku itu tergolong best seller pada zamannya sehingga mengalami beberapa kali cetak ulang.

Sebagian besar buku-buku TKS berupa pengetahuan populer, seperti tentang oriental, kebatinan, ramalan, primbon, legenda, dan filsafat. Misalnya saja Kitab Horoscoop, Kitab Rama Krisna, Kekoeatan Pikiran, Kitab Ramalan dan Ilmu Pirasat Manusia, Kitab Achli Noedjoem, serta Alamat Ngimpi dan Artinja. Pada masa itu, buku-buku demikian paling banyak diminati masyarakat Indonesia. Buku-buku itu diterbitkan dalam kisaran 1919 hingga 1956.

Hingga 1940-an TKS masih menjadi lokomotif penerbitan buku di Indonesia. Tak heran, TKS berhasil memperluas tempat usahanya yang berada di Jalan Dhoho 147 Kediri. TKS kemudian mendirikan Toko Soerabaia, sebenarnya toko kelontong, di Kediri dan perwakilan TKS di Solo.


Buku-buku koleksi pribadi

Sayang, usaha penerbitan TKS lambat laun mengalami kemunduran sepeninggal sang pendiri, Tan Khoen Swie (1883-1953). Kemungkinan besar, buku Alamat Ngimpi dan Artinja (1956) merupakan karya terakhir TKS, karena setelah itu tidak ada lagi buku-buku baru yang beredar di pasaran.

Betapa pentingnya peran TKS membuat pemerintah kota Kediri pada 2002 lalu membentuk Tim Penelitian Situs Tan Khoen Swie. Salah satu tugas tim adalah melacak dan mendapatkan kembali buku-buku terbitan TKS.

TKS pada masanya telah memelopori penerbitan buku dan mampu bertahan hingga sekitar 40 tahun lamanya. Namanya memang sudah tidak terdengar lagi, tetapi jejak yang ditinggalkannya telah tercatat dalam sejarah.***

DJULIANTO SUSANTIO
Penikmat Buku, Tinggal di Jakarta

Read More......

Minggu, 07 September 2008

Manfaat Berkoleksi Numismatik


Oleh: DJULIANTO SUSANTIO


Banyak manfaat yang bisa diperoleh dengan menggeluti dunia numismatik (koleksi mata uang bersejarah). Mulai manfaat secara psikologis sampai ke keuntungan finansial. Menarik?

Apa saja sih manfaat hobi unik satu ini? Pertama, untuk mengisi waktu senggang (rekreasi). Dengan memilih, mengatur, dan menyusun koleksi ke dalam album, maka waktu luang tidak terbuang sia-sia.

Kedua, untuk melatih kedisiplinan dan ketekunan. Memilih, mengatur, dan menyusun koleksi tidak boleh dilakukan sembarangan. Semakin disiplin dan tekun, semakin mantap seorang numismatis dalam berkoleksi.

Ketiga, untuk meningkatkan pengetahuan (edukasi). Banyak numismatis menganggap mata uang adalah sumber informasi berharga untuk melihat gambar/peristiwa yang tersirat pada koleksi.

Keempat, untuk menjalin persahabatan (komunikasi). Sering kali seorang numismatis memperoleh koleksi dengan cara tukar-menukar dengan atau hadiah dari sahabat pena melalui kegiatan korespondensi.

Kelima, untuk mendatangkan gagasan (inspirasi). Melalui gambar yang menawan, misalnya, seorang penulis atau pelukis bisa menghasilkan karya yang bermutu.

Keenam, untuk memperoleh keuntungan finansial atau materi (ekonomi). Untuk jangka waktu ke depan bisa jadi mata uang yang kita simpan akan melambung tinggi harganya.


Sebagai investasi

Manfaat-manfaat di atas akan terpenuhi jika kita mempunyai koleksi yang baik. Koleksi numismatik yang baik terletak pada kelengkapan, keaslian, dan kondisi benda tersebut. Semakin lengkap suatu seri mata uang, maka koleksi semakin berkualitas. Apalagi bila benar-benar asli dan kondisinya sangat bagus.

Namun, melengkapi materi tersebut tidak terkira sulitnya. Jangankan numismatis yunior, para seniornya pun merasakan kendala tersebut. Tak terkecuali mereka yang benar-benar berkocek tebal. Biar bagaimanapun, itulah seninya berkoleksi, sulit namun mempunyai nilai tambah.

Sebagai benda investasi yang akan memberikan keuntungan berlipat merupakan manfaat yang paling banyak diharapkan para numismatis. Apalagi bagi mereka yang berkoleksi sebagai kolektor merangkap pedagang, dealer atau investor.

Kalau benar-benar numismatis murni, manfaat ekonomi tidak begitu dipedulikan. Seorang numismatis merasa cukup kalau sudah memiliki sebuah koleksi dari jenis koleksi dan seri yang berbeda. Kelebihan koleksi baru dijual untuk membeli koleksi-koleksi lain yang belum dimilikinya.

Berapa keuntungan yang bakal diraih dengan menyimpan mata uang Indonesia? Mengukur nilai dan harga uang lama Indonesia, tidak semudah seperti menentukan nilai atau harga yang baru beredar di masyarakat. Pada uang baru jelas tertera nlai nominalnya.

Keadaan ini sangat berbeda bila suatu mata uang berfungsi sebagai benda koleksi di dunia numismatik. Harga yang ditawarkan pedagang akan lebih tinggi dari nilai nominalnya. Misalnya uang kertas bergambar R A Kartini (Rp 10.000/1985), saat ini dalam kondisi Unc/unicirculated (sangat bagus) berharga kira-kira Rp 30.000. Agar tidak terjerumus, kita bisa melihatnya di buku-buku katalog mata uang yang saat ini banyak dijumpai di pasaran.

Di pasaran internasional sendiri harga penawaran mata uang indonesia menunjukkan kecenderungan yang menggembirakan. Harga koleksi-koleksi tersebut mengalami kenaikan cukup berarti dari tahun ke tahun, meskipun tidak terlampau tinggi. Yang berharga paling "aduhai" adalah beberapa mata uang darurat daerah URIPS/ORIPS (Uang/Oeang Republik Indonesia Propinsi Sumatera).

Uang-uang lainnya ada juga yang berharga mahal, terutama yang tergolong unik dan langka. Koleksi numismatik bisa merupakan "tabungan hari depan" karena harganya yang tidak pernah turun.


Nomor cantik


Nomor-nomor cantik, unik, dan istimewa, juga dikenal dalam koleksi mata uang kertas. Hal-hal seperti ini mulai mendapat perhatian para numismatis sejak beberapa tahun yang lalu. Ini karena koleksi mata uang relatif bersifat statis, dalam arti mata uang tidak terbit sepanjang tahun seperti halnya prangko. Maka untuk memperoleh sesuatu yang baru pada koleksi mata uang sekaligus menambah perbendaharaan koleksi, megumpulkan uang kertas yang bernomor seri menarik merupakan pilihan utama. Nomor seri tersebut terdapat pada uang yang masih beredar atau yang sudah tidak beredar lagi.

Di AS dunia numismatik sudah begitu maju. Maka para kolektor sering memburu uang-uang dollar bernomor seri istimewa sejak lama. Mereka berani membeli koleksi tersebut dengan harga tinggi. Di Indonesia uang-uang rupiah demikian berharga beberapa kali lipat dari nominalnya, tergantung bagaimana kondisi dan keistimewaan uang tersebut.

Sekadar gambaran, uang kertas Rp 100 yang masih berlaku dan bernomor seri 000001 ditawarkan seharga Rp 10.000 per lembar. Uang kertas Rp 1.000 yang juga masih berlaku dan bernomor seri 123456 ditawarkan Rp 40.000 per lembar. Harga akan semakin meningkat bila uang kertas tersebut sudah tidak beredar lagi di pasaran.


Enam digit


Nomor seri uang rupiah biasanya terdiri atas tiga huruf di- ikuti enam angka (digit). Letaknya di bagian kiri bawah (berwarna hitam) dan kanan atas (berwarna merah) di sisi belakang sebuah koleksi. Nomor-nomor khusus yang di koleksi para numismatis pada garis besarnya terbagi dalam enam kategori.

Pertama, deretan angka yang sama, misalnya 111111, 222222, dan seterusnya. Semua nomor kembar enam dianggap istimewa. Kedua, deretan angka pertama, misalnya 000001, 000002, dan seterusnya. Dari angka-angka ini yang dianggap paling istimewa adalah 000001.

Ketiga, sebuah angka yang diikuti deret angka 0, misalnya 100000, 200000, dan seterusnya. Semua angka dianggap istimewa. Keempat, deretan angka yang berurutan, baik meninggi maupun menurun, misalnya 123456, 876543, dan seterusnya. Semua angka juga dianggap istimewa.

Kelima, deretan angka yang mengingatkan kita pada peristiwa tertentu, misalnya 170845 (hari proklamasi kemerdekaan), 281028 (hari sumpah pemuda), hari kelahiran kita, dan seterusnya. Semua angka dipandang menarik, walaupun tidak terlalu istimewa.

Keenam, deretan angka yang dianggap menarik bagi tiap individu, misalnya 101010, 200002, dan seterusnya. Angka- angka ini pun dipandang tidak terlalu istimewa.

Selain itu, para numismatis juga sering memperhatikan deretan huruf di muka nomor seri. Deretan tiga huruf ini bisa di tafsirkan sebuah singkatan kata-kata, tergantung dari imajinasi kita. Kata-kata itu biasanya populer di masyarakat. Contohnya ABG… (Anak Baru Gede), PBB… (Perserikatan Bangsa-Bangsa), JFK… (John F Kennedy), dan seterusnya. Singkatan itu bisa pula nama diri kita atau keluarga kita.

Kita kan sangat beruntung bila mempunyai koleksi yang berhuruf sekaligus bernomor seri unik, misalnya HPK170845. Singkatan ini bisa di imajinasikan hari Proklamasi Kemerdekaan 17-08-45.

Di Jakarta tidak terlalu sulit untuk mencari koleksi seperti ini. Beberapa toko atau kios numismatik/filateli sering menjual koleksi bernomor cantik. Sejumlah numismatik terkadang melepas koleksinya yang didobel untuk ditukar dengan koleksi lain yang belum dimilikinya.


Bentuk-bentuk koin


Jadi numismatik hanya berkisar soal koleksi uang kertas? Ya tidaklah. Hobi ini tentu termasuk mengoleksi uang dalam bentuk koin.

Umumnya uang logam (koin) yang kita kenal sekarang berbentuk lingkaran. Namun, sesungguhnya koin memiliki aneka ragam dan bentuk. Bentuk yang mula-mula adalah bentuk yang tidak beraturan. "Koin" seperti ini dikenal pada masa pra- sejarah hingga awal peradaban manusia, namun tidak melulu terbuat dari logam. Bahan-bahan yang relatif tahan lama dan sukar diperoleh, kemudian dijadikan semacam alat tukar. Uang primitif ini antara lain terbuat dari batu, logam, kulit hewan, tulang hewan, gigi hewan, cangkang kerang, dan kacang-kacangan.

Pada zaman purba, bentuk dan ketebalan koin tidak penting. Di banyak negara koin berbentuk "aneh" menjadi perhatian para numismatis.


Terus berkembang

Zaman terus berkembang, koin pun memiliki ukuran standar. Setelah itu tercipta berbagai bentuk geometri. Namun bentuk mana yang muncul paling awal, masih menjadi bahan penelitian para pakar.

Di sejumlah negara banyak ditemukan koin berbentuk persegi atau segi-4. Agar kelihatan tidak kaku, maka pada setiap sudutnya dibuat lekukan. Pada abad ke-16 hingga ke-19, koin berbentuk segi-4 antara lain dikenal di Kekaisaran Moghul (India), Jerman, dan Skandinavia. Pada masa yang lebih modern, koin seperti itu terdapat di Ceylon (Sri Lanka), Burma (Myanmar), Filipina, Banglades, Polandia, dan Kolombia.

Bentuk yang agak unik, berupa segi tiga, dikenal beberapa waktu kemudian. Koin seperti itu tergolong langka karena hanya beberapa negara yang secara resmi pernah mengeluarkannya, antara lain Gabon dan Kepulauan Cook.

Koin yang mempunyai banyak sisi (poligon) dijumpai di berbagai belahan dunia. Diperkirakan yang tertua berasal dari Augsburg (abad ke-18, bersisi-8) Yang lebih muda berasal dari Belize (bersisi-5), Jibouti (bersisi-6), Inggris (bersisi-7), Gibraltar, Kep Falkland, Barbados, dan Tonga (bersisi-8), Afganistan, Kolombia, dan Dominika (bersisi-10), serta Kep Cook, Australia, dan Seychelles (bersisi-12).


Tuna aksara


Bentuk lain adalah koin bergelombang. Jumlah gelombang yang terkandung dalam sisi koin, umumnya berbeda-beda. Di- perkirakan koin bergelombang dikeluarkan untuk mengatasi penduduk yang tuna aksara. Dengan menghitung tonjolan pada sisinya, diharapkan penduduk akan mampu mengenali setiap bentuk koin. Sebagian koin bergelombang dikeluarkan oleh negara-negara Asia dan Afrika, karena memang tingkat tuna aksara banyak terdapat di kedua benua itu.

Hingga kini beberapa negara masih mengeluarkan koin bergelombang, di antaranya Israel, Hongkong, Sri Lanka, dan Kep Cook. Sampai sejauh ini koin bergelombang tertua berasal dari masa Kekaisaran Moghul.

Bentuk lain yang relatif jarang dijumpai adalah lingkaran dengan lubang di bagian tengah. Bentuk lubang juga berupa lingkaran, namun lebih kecil. Negara kita di masa-masa kemerdekaan pernah mengeluarkan koin jenis ini.

Uniknya, beberapa koin memiliki lubang yang agak besar, sehingga bentuk koin terkesan ramping. Malah sejumlah koin memiliki lubang berbentuk segi-4. Ini lain dari kebiasaan umumnya.

Sukar dipastikan mengapa pemerintah suatu negara mengeluarkan koin berlubang. Diduga hal ini untuk mencegah pemalsuan dan penghematan bahan dasar atau mengurangi berat.

Dunia numismatik di Indonesia pada masa modern kelihatan masih monoton. Dari dulu hingga sekarang, bentuk-bentuk koin yang diterbitkan masih berupa lingkaran. Jadi tidak ada perubahan bentuk.

Hal ini berbeda dengan dunia filateli. Pada awalnya bentuk prangko hanya segi-4. Namun karena desakan para filatelis, maka pemerintah pernah menerbitkan prangko berbentuk segi tiga, belah ketupat, segi lima, dan lingkaran.

Sebaiknya, penerbitan koin pun di sesuaikan dengan selera pasar. Para numismatis mengharapkan sekali bentuk koin yang agak berbeda. Mudah-mudahan bisa terlaksana dalam waktu dekat.

DJULIANTO SUSANTIO
Numismatis, tinggal di Jakarta

(Kompas, Jumat, 3 Oktober 2003)
Read More......

Mengapa Bangsa China Maju Pesat?

Oleh Djulianto Susantio

Budaya China dan masyarakatnya, tak pelak, merupakan kisah sukses yang paling terkenal. Maju pesatnya perekonomian China sejak beberapa tahun lalu menunjukkan bahwa “Sang Naga” memang tengah menggeliat, baru bangun dari tidur panjangnya. Sebagaimana diketahui, kini banyak barang produksi China telah merambah Asia, Afrika, dan Amerika Selatan, bahkan memasuki AS dan Eropa, negara yang dikenal paling ketat dalam mengawasi produk-produk luar. Tidak heran, PBB menganggap China sebagai negara yang paling pesat pertumbuhan ekonominya.

Sebenarnya, kesuksesan China sudah berlangsung sejak lama. Jauh sebelum abad Masehi, masyarakat purba China sudah mampu menemukan peralatan penting, seperti kompas, kertas, dan kode biner komputer. Para pakar Barat memang mengakui bahwa budaya China tidak tertandingi dalam sejarah umat manusia. Budaya tersebut memiliki banyak sekali rahasia tentang motivasi dan kesuksesan sejak zaman dulu hingga zaman sekarang.

Mereka percaya budaya China berlangsung sepanjang masa. Bukti konkretnya adalah manakala peradaban-peradaban kuno lain seperti Sumeria, Babylonia, Mesir, Romawi, dan Yunani timbul tenggelam ditelan waktu, budaya China tetap bertahan terus. Peradaban China dikatakan “memiliki haluan untuk bersemi kembali setelah mengalami kemunduran” (Keajaiban Seni Motivasi Bangsa Cina Kuno, 2007).

Konon, ketika para kaisar saling mengalahkan satu sama lain, mereka cenderung merusak budaya dari pihak yang kalah. Namun hal seperti itu justru tidak terjadi ketika Mongol dan Manchu mengalahkan China. Sebagai gantinya, budaya China “memenangkan” mereka. Dalam hal ini, kebudayaan China malah dilestarikan dan dikembangkan.

Budaya China bertahan begitu lama karena kuat, praktis, dan penuh kearifan. Apalagi didukung para pemimpin China yang hampir selalu mempelajari jiwa manusia dan menulis beberapa teks kuno, seperti I Ching dan Tung Shu. Dari masa kuno juga terwariskan buku-buku tentang filsafat Tao dan filsafat Sun Tzu yang amat terkenal. Teks-teks kuno itu mampu memberikan wawasan, pedoman, aturan, dan prinsip tentang kesuksesan, pengelolaan usaha, perkawinan, keluarga, pendirian negara, strategi, bahkan perang.

Hasil-hasilnya terlihat jelas bahwa rakyat China adalah orang-orang yang luar biasa dalam praktik, mampu beradaptasi, dan selalu sukses hampir di semua perjalanan hidup mereka di seantero dunia. Mereka bukan saja menjadi penguasa perekonomian baru, tetapi juga berjaya di bidang ilmu pengetahuan dan olahraga.


Adaptasi

Budaya China memang sempat mengalami kemunduran karena pengaruh Barat, seperti akibat Perang Candu dan Perang Dunia II. Namun karena kemampuan beradaptasi dan masyarakatnya berjiwa avonturir, budaya China justru semakin berkembang luas di seluruh dunia. Hal yang amat nyata diperlihatkan oleh hadirnya China Town di berbagai negara, termasuk Pecinan di Indonesia. Adanya China Town tentu saja merupakan bukti keberhasilan bisnis China di wilayah itu.Kemampuan adaptasi orang China juga terlihat dari kemampuan mereka membuat makanan dalam bentuk apa saja yang mengesankan.

Dulu, misalnya, di pantai-pantai Eropa banyak sekali terlihat kepiting berlari-lari di atas pasir. Ketika air laut surut, banyak kerang menempel di batu-batu karang. Dengan riang orang-orang China menangkapi kepiting dan mengambili kerang lalu memasaknya sebagai makanan yang lezat dan bergizi. Hal ini sebelumnya tidak terbayangkan oleh bangsa Eropa bahwa sesungguhnya kepiting dan kerang bisa dimakan.

Kemampuan orang China untuk mengubah sebagian besar apa saja menjadi makanan enak dan mahal merupakan kisah legendaris, sekaligus bukti dari kemampuan adaptasi pikiran dan perasaan mereka.Konon, rahasia utama budaya China adalah memadukan pelajaran tentang motivasinya dengan seni pada berbagai benda yang indah dan rumit. Artinya, filosofi motivasi China diterjemahkan ke dalam sesuatu yang memiliki daya tarik, gaib, dan mistis.

Dengan demikian motivasi China banyak mengandung kecerdasan sehingga dipandang memiliki corak yang indah dan cemerlang. Selain itu, para pemimpin China kuno mencurahkan beberapa ungkapan dan simbol guna menekankan betapa pentingnya kemampuan otak. Ini ditandai dengan betapa banyaknya karakter dalam huruf Kanji dimana setiap huruf mengandung makna tersendiri.Simbolisasi sering dipakai untuk memberi motivasi. Ikan mas, misalnya, dipercaya adalah simbol ketekunan.

Menurut filosofi China purba, “dengan ketekunan, orang bodoh sekalipun bisa menyingkirkan gunung”. Masih banyak simbol lain yang dikenal, seperti tentang kekayaan, nasib, dan keberuntungan. Ternyata, simbol-simbol keberkahan yang penuh cemerlang itu menciptakan pandangan yang optimistis tentang kekayaan dan keberuntungan, yang hampir tidak jelas menciptakan keinginan di dalam pola pikir untuk menjadi kaya dan sukses (hal. 55).Kemampuan adaptasi dan motivasi yang dilakukan masyarakat China banyak mengilhami peneliti-peneliti Barat.

Untuk itu sejak abad XVIII mereka giat menerjemahkan teks-teks kuno China. Berkat merekalah kini masyarakat modern di seluruh penjuru dunia mengenal feng shui (ilmu tata letak bangunan), akupunktur, akupresur, dan refleksiologi (ilmu pengobatan), teori yin yang (keseimbangan hidup), dan berbagai ilmu ramalan.


Leluhur

Masyarakat China kuno percaya keutuhan keluarga merupakan kunci utama kesuksesan. Begitu pula bakti kepada leluhur. Mereka sering “menerjemahkannya” lewat puisi, seperti puisi berikut: Andaikan ayah dan anak bersatu/Gunung-gunung menjadi batu permata/Andaikan jantung kakak beradik sama.

Bumi pun bisa menjadi emas (hal. 178). Puisi ini menyiratkan kesan bahwa harus ada kerja keras di antara manusia. Begitulah, puisi-puisi seperti inilah yang mampu menjadi motivator kemajuan bangsa dan negara. Perhatian masyarakat China terhadap keluarga dan leluhur tercermin pada kesetiaan mereka merawat makam-makam kerabat. Bahkan ada yang memperlakukannya secara berlebihan.

Sementara itu, kaisar-kaisar zaman dulu banyak mewariskan kenangan leluhur yang mulia. Menurut penulis buku tentang China, Ong Tang, meskipun sering disalahgunakan, namun warisan-warisan tersebut mengandung rahasia kesuksesan akhir yang sangat mengagumkan. Pemujaan kepada leluhur sering dikaitkan dengan festival. Pada masa kuno festival memiliki arti khusus karena dihubungkan dengan pemujaan untuk mengenang para dewa.

Menurut orang-orang bijak zaman dulu, termasuk Konghucu (Confucius), bangsa yang mengabaikan perayaan-perayaan festival utama akan terancam binasa. Alasannya adalah orang ingin menikmati kesenangan dan lagi pula festival dapat menyatukan rakyat bersama-sama, terutama dengan para pemimpinnya.

Sampai kini mungkin masih banyak rahasia tersembunyi di China. Tak heran seorang nabi besar pernah berkata, “Kejarlah ilmu sampai ke negeri China”. Bagaimana dengan kita? Memang, kunci utama kesuksesan relatif sama pada semua bangsa, yakni ketekunan, keuletan, kejujuran, kerja keras, dan keberuntungan. Namun mengapa bangsa China memiliki keunggulan? Inilah rahasia yang perlu digali..

Penulis adalah pemerhati Seni Oriental, Tinggal di Jakarta.

(Sinar Harapan, Jumat, 28 September 2007)
Read More......

Perpustakaan dan Minat Baca


Oleh DJULIANTO SUSANTIO


Membaca dan perpustakaan memang tidak dapat dipisahkan, seperti halnya cuci mata dengan mal. Namun, bila membaca mendatangkan manfaat ilmu, cuci mata hanya menghamburkan energi atau uang.

Ada berbagai alasan mengapa masyarakat, terutama para remaja, enggan membaca. Alasan klasik adalah mahalnya harga buku. Maka jangan heran kalau slogan keren "buku adalah jendela dunia" atau "buku mencerdaskan kehidupan bangsa" hanya berlaku di atas kertas.

Alasan kedua adalah perpustakaan yang ada belum representatif kondisinya. Jauh dari jangkauan, ruangannya kurang bersih, pelayanannya kurang memuaskan, dan buku-buku yang dicari sering tidak ada di tempat, menjadi alasan pokok yang masih terdengar hingga kini.

Perpustakaan adalah tempat orang membaca dan meminjam buku, termasuk berbagai bahan cetakan lain seperti majalah, surat kabar, dan terbitan berkala. Perpustakaan modern malah telah dilengkapi koleksi non-cetak, seperti kaset, video. CD-ROM, dan mikrofilm.

Sebenarnya perpustakaan banyak terdapat di sekitar kita. Yang paling kecil adalah perpustakaan pribadi atau perpustakaan keluarga. Lokasinya, ya, di rumah masing-masing. Perpustakaan pribadi umumnya menyimpan berbagai koleksi milik keluarga. Karena itu perpustakaan pribadi hanya dimanfaatkan oleh keluarga terdekat.

Yang lebih besar adalah perpustakaan sekolah. Pengguna perpustakaan sekolah adalah murid, guru, dan karyawan sekolah bersangkutan. Lebih komplet dan besar dari itu adalah perpustakaan perguruan tinggi. Koleksi perpustakaan perguruan tinggi boleh dibaca oleh siapapun yang membutuhkan.

Banyak perpustakaan juga terdapat pada lembaga-lembaga pemerintahan dan swasta. Perpustakaan yang relatif besar biasanya ada di tiap-tiap propinsi, yaitu Perpustakaan Daerah atau Perpustakaan Wilayah. Untuk mendorong minat baca pemerintah juga membuat Perpustakaan Keliling atau Perpustakaan Mobil.

Sejumlah organisasi nonprofit bahkan membuat Mobil Pintar yang di dalamnya berisi buku dan media belajar lainnya, termasuk Perpustakaan Motor Keliling yang baru diperkenalkan secara terbatas Februari 2006 lalu.

Sungguh ironis, di Jakarta perpustakaan besar seperti Perpustakaan Nasional boleh dibilang minim pengunjung. Yang datang ke sana umumnya para intelektual, akademisi, dan peneliti. Kalau dibilang perpustakaan Indonesia kurang greget dalam hal pelayanan, barangkali benarlah adanya.

Sejumlah mahasiswa mengaku lebih senang mengunjungi Perpustakaan British Council (milik Kedubes Inggris) atau Perpustakaan USIS (milik Kedubes AS) daripada Perpustakaan Wilayah atau Perpustakaan Nasional.



Rendah


Dalam suatu penelitian ilmiah pernah mengemuka bahwa minat para remaja Indonesia untuk membaca buku termasuk paling rendah di Asia Tenggara. Apalagi kalau dibandingkan Jepang dan AS, terlihat jauh sekali ketinggalan kita.

Menurut penelitian itu, di saat-saat senggang biasanya remaja Indonesia hanya ngerumpi atau ngomongin cewek/cowok. Bahkan ngeceng di mal. Bandingkan dengan remaja Jepang yang selalu memanfaatkan waktu luangnya dengan membaca buku di mana saja, seperti di taman dan kendaraan umum.

Kiranya banyak orang tahu kalau bangsa Jepang sekarang menjadi "Macan Asia" bahkan di dunia. Perekonomian mereka sudah demikian maju.

Kemajuan mereka terbilang pesat sekali, padahal kita dan Jepang sama-sama bangkit pada 1945. Mereka sukses karena didukung berbagai pihak yang antusias sekali menerjemahkan buku-buku Barat dan diimbangi minat baca yang tinggi.

Dukungan serupa juga diberikan oleh pemerintah AS kepada rakyatnya, dengan cara meningkatkan minat baca pada anak-anak. Mereka banyak sekali menyediakan bacaan di perpustakaan. Di sana kesadaran membaca sudah ditumbuhkan para orang tua dan guru sejak anak masih kecil. Bahkan sebagian pendapatan pajak negara disubsidikan untuk pembinaan perpustakaan.

Kepedulian juga diwujudkan oleh sejumlah warga AS dengan cara menghibahkan hartanya untuk mengembangkan dan mendirikan perpustakaan, termasuk berbagai lembaga pendidikan perpustakaan. Salah seorang dermawan AS yang besar minatnya terhadap perpustakaan adalah Andrew Carnegie, raja baja dari Pennsylvania. Carnegie banyak menyumbangkan hartanya untuk mendirikan perpustakaan yang disebut Carnegie Mellon. Carnegie juga giat membiayai sekolah perpustakaan di AS. Bahkan ratusan gedung perpustakaan umum di seluruh AS mendapatkan bantuan dari Yayasan Carnegie.

Mantan-mantan presiden AS juga banyak mendirikan perpustakaan pribadi yang terbuka untuk umum. Ronald Reagan mempunyai perpustakaan pribadi di California, Lyndon B. Johnson di Texas, John F. Kennedy di Massachusetts, Jimmy Carter di Atlanta, dan Richard Nixon di New York.

Kebiasaan seorang presiden memelopori pendirian sebuah perpustakaan dimulai sejak presiden ke-3, Thomas Jefferson, pada abad ke-18. Presiden itu pula yang menciptakan sebuah sistem klasifikasi buku, yakni Klasifikasi Jefferson. Sistem ini kemudian dikembangkan menjadi The Library of Congress Classification yang terkenal di seluruh dunia.

Di Indonesia sebenarnya beberapa presiden dan wakil presiden juga mempunyai berbagai koleksi buku. Yang dianggap kutu buku adalah Presiden Soekarno dan Wakil Presiden Moh Hatta. Pembesar lain yang termasuk kutu buku adalah BJ Habibie dan Adam Malik sebagaimana terlihat dari didirikannya The Habibie Center dan Museum Adam Malik.

Satu masalah besar dari rendahnya minat baca adalah keterpurukan penerbitan buku. Di Indonesia jumlah judul buku yang diterbitkan selama setahun, hanya sekitar seperempat dari penerbitan sejenis di Malaysia. Padahal jumlah penduduk negara kita berkali-kali lipat banyaknya dari Negeri Jiran itu.

Banyak pakar percaya bahwa barometer kemajuan suatu negara ditentukan oleh kualitas masyarakatnya dalam memahami suatu ilmu pengetahuan dan teknologi, yang antara lain diperoleh lewat bahan bacaan. Suatu bangsa yang masyarakatnya kurang membaca buku, terbilang bangsa yang sulit maju.

Langkah yang harus kita lakukan sekarang adalah menggairahkan minat baca pada anak-anak dan generasi muda. Fasilitas perpustakaan pun perlu ditingkatkan dan diperbanyak. Kita harapkan pengelola mal mau berbaik hati dengan menyediakan ruangan secara gratis, sehingga perpustakaan akan masuk mal. Mungkin ramai pengunjung nantinya. Memang semua perlu proses dan dana, tapi perjuangan itu perlu. Mulai sekarang ke perpustakaan, yuk!

(Suara Pembaruan, Minggu, 30 April 2006)
Read More......

Dictionary

Kontak Saya

NAMA:
EMAIL:
SUBJEK:
PESAN:
TULIS KODE INI: