Dynamic Glitter Text Generator at TextSpace.net

Minggu, 07 September 2008

"Nagarakretagama" Karya Jurnalistik Pertama Indonesia

Views


Oleh Djulianto Susantio


SALAH satu naskah kuno yang paling banyak ditelaah para pakar adalah kakawin Nagarakretagama. Kitab ini merupakan karya Mpu Prapanca dari Kerajaan Majapahit sekitar abad ke-14.

Kakawin Nagarakretagama menguraikan Kerajaan Majapahit dengan segala isinya secara panjang lebar. Sejauh ini Nagarakretagama merupakan sumber sejarah terlengkap yang memberi sejumlah keterangan langsung mengenai masyarakat Jawa kuno saat itu.

INFORMASI seperti ini tidak pernah dijumpai pada naskah- naskah kuno lain. Keterangan langsung yang diberikan Prapanca, menurut kaidah jurnalistik, dapat disamakan dengan apa yang pada masa kini disebut berita.

Nagarakretagama bukan sekadar karya biasa. Keluarbiasaan Nagarakretagama terletak pada isi yang berupa laporan nyata tentang keadaan Majapahit saat itu. Banyak pakar sependapat bahwa Nagarakretagama merupakan karya jurnalistik pertama di Indonesia. Pendapat ini disimpulkan mengingat ciri utama karya jurnalistik telah terpenuhi dalam Nagarakretagama, yakni adanya peristiwa atau fakta yang dikomunikasikan dan mampu menarik perhatian orang karena keaktualannya. Dalam mencari data Prapanca menggunakan metode pengamatan dan wawancara dengan seorang tokoh pendeta.

SELAMA ini sumber tertulis yang dianggap paling dipercaya adalah prasasti. Menyusul naskah dan sumber-sumber lain, seperti berita asing. Nagarakretagama sudah teruji kebenarannya melalui perbandingan dengan sumber-sumber lain, baik tertulis maupun tidak tertulis. Karena itu, dapat dikatakan bahwa Nagarakretagama sejajar dengan karya jurnalistik dan Prapanca dapat disetarakan dengan wartawan.

Nagarakretagama tersusun dari puluhan pupuh (syair). Beberapa di antaranya mempunyai kesesuaian dengan beberapa sumber, seperti prasasti dan naskah lain yang sezaman. Pupuh 2, mengisahkan nenek dan ibu raja Hayam Wuruk. Dikatakan, nenek raja adalah Rajapatni yang merupakan gelar dari Gayatri. Gayatri adalah anak bungsu Kertanegara yang diperistri Raden Wijaya (Kertarajasa Jayawardhana).

Keterangan serupa ternyata ada pada prasasti Sukamerta (1296 Masehi) dan Balawi (1305 Masehi). Kedua prasasti menyebutkan, Kertarajasa adalah menantu Kertanegara karena dia memperistri empat anak Kertanegara. Salah satunya bernama Dewi Gayatri. Yang amat mendukung, kisah Gayatri dapat pula diintisarikan dari kidung Harsawijaya (berisi sejarah awal Majapahit) dan Pararaton (berisi sejarah kerajaan Singasari dan Majapahit).

Selanjutnya pupuh 8 Nagarakretagama menggambarkan ibu kota Majapahit sebagai berikut, "Tersebut keajaiban kota: tembok batu merah, tebal tinggi, mengitari pura...." (Slametmulyana, Nagarakretagama dan Tafsir Sejarahnya, 1979). Hal ini mirip penjelasan Berita Cina yang ditulis Ma-huan saat mengunjungi Majapahit. Ma-huan melaporkan adanya sebuah tempat bernama Majapahit, tempat tinggal raja yang dikelilingi tembok bata setinggi lebih dari 30 kaki dan luasnya sekitar 3-4 li.

Pernyataan itu setidaknya mengandung keotentikan, sebagaimana diperlihatkan sejumlah bukti arkeologis di Trowulan. Sisa-sisa bangunan yang ada seluruhnya menggunakan bahan bata merah dan umumnya ditemukan berbentuk bangunan bertembok tebal dan tinggi.


PERAN

Nagarakretagama sebagai sumber sejarah kuno Indonesia relatif besar meski ada yang berpendapat Nagarakretagama dipengaruhi unsur subyektif dalam rangka menyenangkan penguasa saat itu. Nagarakretagama memiliki nama lain, yakni Desawarnana atau Uraian tentang Desa-desa, seperti tercantum dalam pupuh 94. Ini karena Raja Hayam Wuruk sering turun ke bawah untuk menghormati nenek moyangnya dan masyarakatnya.

Bagi arkeolog dan peneliti sejarah, fungsi Nagarakretagama amat luar biasa mengingat Nagarakretagama menuliskan daftar candi makam keluarga raja dilengkapi pemberitaan tentang tempat dan siapa yang dicandikan di situ. Nagarakretagama juga memberikan tempat-tempat yang disinggahi Hayam Wuruk saat itu, misalnya Jajaghu (Candi Jago), Jajawa (Candi Jawi), dan Madakaripura (tempat peristirahatan Gajah Mada di Probolinggo).

Nagarakretagama merupakan sebuah "karya jurnalistik" terbaik, sementara Mpu Prapanca dikatakan "wartawan" tersohor dari Kerajaan Majapahit. Namun, banyak hal yang masih terabaikan hingga kini, misalnya penelitian terhadap candi-candi dan desa-desa yang disebutkan dalam kitab itu.

Dari segi toponimi (asal-usul tentang sebuah nama), sebenarnya banyak candi dan desa kuno masih dapat diidentifikasikan meski beberapa desa telah hilang dan sebagian lagi bergabung menjadi satu. Seyogianya penelitian tentang lokasi candi dan desa kuno itu dilakukan sesegera mungkin mengingat Nagarakretagama adalah sebuah karya besar dari sebuah kerajaan agung yang pernah ada di Nusantara. Tentu hasil yang diinformasikan dan ditinggalkan memiliki "nilai jurnalistik" yang amat tinggi.

Mpu Prapanca sendiri dipandang sebagai pelopor arkeologi Indonesia dan pendahulu historic archaeology (arkeologi sejarah). Ini karena Prapanca membuat semacam inventarisasi dan deskripsi mengenai berbagai jenis peninggalan purbakala yang ada pada zamannya. Prapanca telah melakukan field survey (survei lapangan), suatu hal yang menguntungkan dunia ilmu pengetahuan.

Djulianto Susantio Anggota Ikatan Ahli Arkeologi Indonesia

(Kompas, Senin, 9 Februari 2004)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Dictionary

Kontak Saya

NAMA:
EMAIL:
SUBJEK:
PESAN:
TULIS KODE INI: